PALEMBANG.SUMSEL.TODAY
Puluhan massa yang tergabung dalam Masyarakat Demokrasi Sumatera Selatan menggelar aksi di depan kantor Gubernur Sumsel untuk meminta Gubernur Sumsel Menurunkan PLT Wakil Bupati Muara Enim Usmarwi Kaffah dari jabatannya, Rabu (10/5/2023).
Menurut Ketua Masyarakat Demokrasi Sumatera Selatan Ruben Alkatiri bahwa, Pasca Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) Palembang mengeluarkan putusan banding stas gugatan yang diajukan oleh lima Organisasi LSM terkait Pilwabup Muara Emm yang dilakukan oleh DPRD Kabupaten Muara Enim, menuai banyak tanggapan di masyarakat,”kususnya menyangkut status hukum Ahmad Usmarwi Kaffah sebagai Wakil Bupati dan Pti. Bupati Muara Enam pasca putusan tersebut.
“Putusan PTTUN Palembang tenggat 4 Mei 2023 telah membatalkan putusan PTUN Palembang dan menyatakan tidak Sah, Surat Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Muara Enim Nomor 10 Tahun 2023 tanggal 6 September 2022 tentang Penetapan Wakil Bupati Muara Enim Sisa Masa Jabatan Tahun 2018-2023 atas nama Ahmad Usmarwi Kaffah, SH.,” Ujarnya.
“Ruben juga mengatakan bahwa, adapun pertimbangan hukum PTTUN Palembang bahwa tindakan Tergugat menerbitkan Surat Keputusan tentang Penetapan Wakil Bupati Muara Enim Sisa Masa Jabatan Tahun 2018-2023 atas nana Ahmad Usmarwi Kaffah, SH. dinilai bertentangan dengan UU Pilkada dan Tatib DPRD Oleh karena itu, DPRD Kabupaten Muara Em sudah tidak memuliki kewenangan lagi memilih Wakul Bupati dengan sisa waktu kurang dari 18 (delapan belas) bulan.
Dari perspektif hukum, putusan banding Pilwabup Muara Enim menarik uantuk dikaji karena memiliki karakteristik sendiri. Pada tataran normatif dan praktis dapat dikemukakan beberapa akibat hukumnya,” ucapnya.
“Ruben juga menuturkan bahwa mengemukakan akibat hukum antara lain, tidak bisa diajukan kasasi. Pada dasarnya terhadap setiap putusan banding dari semua lingkungan peradilan dapat dimintakan upaya hukum kasasi ke Mahkamah Agung, kecuali undang-undang menentukan lain. Dalem konteks perkara TUN syarat mengajukan kasasi dibatasi oleh UU No. $ Tahun 2004 tentang Mahkamah Agung, khususnya Pasal 45A ayat (2) huruf c tidak dapat diajukan kasasi, “perkara tata usaha neyara yang obyek gugatannya berupa keputusan pejabat daerah yang jangkauan keputusannya berlaku ds wiayah daerah yang bersangkutan,” katanya.
“DPRD Kabupaten Muara Enim adalah Badan atau Pejabat Pemerintah Daerah yang menyelenggarakan fungsi pernerintahan dalam lingkup legislatif. Menurut Pasal 1 angka 4 UU Pemda Jo Pasal 364 UU MD3, disebutkan bahwa : “Dewan Perwakilan Rakyat Dacrah yang selanjutnya disingkat DPRD adalah lembaga perwajuian rakyat yang berkedudukan sebagai unsur Penyelenggara Pemerintahan Daerah, Sedangkan wewenang DPRD terkait Pilwabup bersifat atributif yang diberikan oleh UU Pilkada, dengan sendirinya produk hukum yang dikeluarkan hanya berlaku di wilayah Kabupaten Muara Enim, tidak berlaku masa,” lanjutnya.
“Dari aspek ini, jelas Surat Keputusan DPRD Kabupaten Muara Enim tentang Penetapan Kaffah sebagai Wakil Bupati Muara Enim Sisa Masa Jabatan Tahun 2018-2023, merupakan Keputusan Tata Usaha Negara di lingkungan legislatif berdasarkan Pasal 87 UU No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, yang jangkauan berlakunya di wilayah Kabupaten Muara Enim, “dengan demikian termasuk salah setu krtens perkara yang tidak dapa! diajukan kasasi menurut Pasal 45 A ayat (2) huruf c UU No. 5 Tahun 2004,” tambahnya.
Kemudian Putusan menjadi berkekuatan hukum tetap (inkrach). Dengan tertutupnya upaya hukum kasasi maka putusan PTTUN Palembang otomatis berkekuatan hukum tetap (inkrach) terhitung sejak putusan 1 daucapkan di persidangan dan dapat eksekusi,”
Apabila tetap mengajukan kasasi, itu adalah hak, tetap permohonan kasam akan ditolak Pengadilan Tata Usaha Negara kerena tidak memenuhi syarat formal untuk diayukan kasam: dan berkas perkara tidak dikirim ke Mahkamah Agung (vide Pasa 45A ayat 3). Upaya hukum yang tersedia adalah upaya hukum luar bisas yaitu Peninjuan Kembali (PK), tetapi upaya hukum yang terakhur ine tidak menghalang eksekusi putusan,” lanjutnya.
Ayat (2) huruf c UU No. 5 Tahun 2004 dan putusan banding menjadi berkekuatan hukum tetap (inkrach), maka implikasi hukum berikutnya semua tindakan dan/atau kebijkan yang dilakukan dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan Kabupaten Muara Enim, baik dalam kapasitasnya sebagai Wakil Bupati maupun Pit. Bupati,” terhitung sejak putusan diucapkan menjadi tidak sah dan cacat secara hukum sehingga tidak wajib dilaksanakan. Keempat, berpotensi terjadi kekosongan jabatan,” imbuhnya.
“Dengan berpedoman bahwa putusan sudah berkekuatan hukum tetap dan untuk mana penetapan Ahmad Usmarwi Kaffah, SH sebagai Wakil Bupati Muara Enim dinyatakan tidak sah oleh Pengadilan, dengan sendirinya terjadi kekosongan jabatan Bupati dan Wakil Bupati Muara Enim sisa masa jabatan 2018-2023 sampai dengan tanggal 18 September 2023. Hal ini sejalan dengan Pasai 7 ayat (2) huruf 1 UU No. 30 Tahun 2014, “Pejabat Pemerintahan memiliki kewajiban mematuhi putusan Pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap”, tuturnya.
Prinsip ini merupakan konsekuensi Indonesia sebagai negara hukum dan semua Orang harus tunduk pada hukum tanpa terkecuali. Harus dimaklumi, bahwa pemicu permasalahan ini adalah ketika gugatan PTUN masih berlangsung, Kaffah dilantik,” Ini kan jelas terburu-buru sekalipun dideclear atas nama demokrasi, padahal semua kemungkinan bisa terjadi disebabkan proses hukum masih berjalan,” lanjutnya lagi.
Perlu diketahui, Keputusan Mendagri bersifat deklaratif yaitu hanya berupa “Pengesahan Pengangkatan” saja dan prosesnya itu ada di tingkat DPRD sebagaimana Penjelasan Pasal 54 ayat (1) huruf b UU No. 30 Tahun 2014. Jadi tidak bisa berdiri sendiri, tetapi justru tergantung pada proses di DPRD itu sendiri,” Artinya, jika Pilwabup dilaksanakan sesuai peraturan perundang-undangan maka Mendagri harus mengesahkannya, itulah sifat deklaratifnya,” ungkapnya.
Sebaliknya, apabila dinilai bertentangan dengan undang-undang maka dengan sendirinya SK Mendagri yang menjadi dasar Pengesahan Pengangkatan Kaffah sebagai Wakil Bupati Muara Enim menjadi batal demi hukum sebagai akibat diterbitkan dari proses Pilwabup yang dinyatakan tidak sah oleh Pengadilan,” Jadi, ada atau tidaknya pencabutan surat keputusan melalui sidang paripurna DPRD, menurut saya tidak menjadi soal mengingat putusan pengadilan lebih tinggi drajadnya,” tukasnya.
Permasalahan di atas, harus menjadi perhatian semua pihak. Sebaiknya, Gubernur sebagai wakil pernerintal pusat segera mengkaji putusan pengadilan tersebut secara komprehenshif dan nantinya dapat dijadikan pedoma mengambil langkah-langkah konkrit untuk mengatasi berbagai penafsiran di masyarakat,” Tidak ada salahny Gubernur sesegera mungkin berkordinasi langsung dengan Kementerian Dalam Negeri, hal ini sangat pentin bagi kelangsungan penyelenggaraan pemerintahan Kabupaten Muara Enim, mengingat di masyarakat suda terbelah dan timbul sikap apatis, terjadi degradasi kepercayaan terhadap pemimpin. Semua itu, tentunya mengganggu kenyamanan ASN bekerja, yang pada akhirnya menggangu jalannya Pemerintahan kabupaten Muara Enim.
Mengingat jabatan Bupati dan Wakil Bupati Muara Enim akan berakhir sampai dengan 18 September 20? pasca putusan banding tersebut Gubernur segera menentukan langkah-langkah penyelesaiannya, dan selanjum mengikuti mekanisme yang berlaku hingga terpilihnya Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Muara Enim pz Pilkada serentak tahun 2024 mendatang,” Pungkasnya.”
“Lanjut Kepala Biro Pemerintahan dan OTDA Dr. Sri Sulastri S.H., M.Si., mengatakan bahwa dirinya mewakili Gubernur Sumsel menyambut baik aksi tersebut dan akan menindak lanjuti laporan dari Masyarakat Demokrasi Sumatera Selatan.
“Atas Putusan Pengadilan PTTUN di tanggal 4 kemarin, Kami sudah bergerak cepat, hari Senin kemaren kami sudah melakukan konsultasi, dan membawa surat ke Mendagri guna meminta penjelasan terkait hubungan dari pelantikan dengan PTTUN tersebut, jadi kami masih menunggu apa pun reaksi dari Kemendagri,” tutupnya.DN(red)