PALEMBANG.SUMSEL.TODAY
Lembaga Swadaya Masyarakat Gerakan Rakyat Anti Korupsi (GRANSI) melalui Dewan Pimpinan Pusat (DPP) secara resmi telah melaporkan dugaan tindak pidana korupsi yang terjadi di SMA Negeri 1 Kayuagung kepada Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan (Kejati Sumsel). Laporan ini merujuk pada temuan adanya dugaan pungutan liar dan pemaksaan pembelian seragam sekolah yang melanggar Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 6 Tahun 2021 tentang Petunjuk Teknis Pengelolaan Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) Reguler.
Berdasarkan informasi yang diperoleh dari sejumlah sumber, ditemukan bahwa pihak SMA Negeri 1 Kayuagung telah melakukan pungutan kepada para siswa dengan nominal Rp30.000 per siswa untuk pembelian Satu (baju olahraga dan perlengkapan lainnya) dengan jumlah total siswa 993 orang, yang menghasilkan total pungutan sebesar Rp29.790.000. Selain itu, kepala sekolah juga memaksa siswa untuk membeli seragam sekolah beserta perlengkapannya dengan harga yang sangat tinggi, yakni Rp3.250.000 per siswa, yang dengan jumlah siswa tersebut berjumlah Rp3.277.250.000.
Pungutan dan pemaksaan pembelian seragam ini jelas bertentangan dengan Pasal 12 dan Pasal 24 dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 6 Tahun 2021 yang melarang pungutan dalam bentuk apapun serta pemaksaan pembelian barang dan jasa terkait dengan penggunaan dana BOS. Peraturan tersebut mengatur bahwa dana BOS seharusnya digunakan untuk kegiatan operasional pendidikan seperti pengembangan perpustakaan, ekstrakurikuler, administrasi kegiatan sekolah, serta pemeliharaan sarana dan prasarana sekolah.
Menurut Ketua Umum DPP GRANSI, Supriyadi, tindakan yang dilakukan oleh pihak sekolah tersebut merupakan bentuk pelanggaran serius terhadap peraturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah, yang bertujuan untuk menghindari penyalahgunaan dana BOS dan melindungi hak-hak para siswa. “Ini adalah sebuah pembangkangan terhadap peraturan yang sudah jelas diatur oleh pemerintah. Dan kami menduga ada unsur penyalahgunaan wewenang yang dapat merugikan keuangan negara,” tegas Supriyadi.
GRANSI menganggap bahwa perbuatan ini melanggar beberapa peraturan perundang-undangan, termasuk:
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Pasal 2 Ayat 1 dan 2 yang mengatur tentang perbuatan melawan hukum yang dapat merugikan keuangan negara.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang menegaskan mengenai pemberantasan tindak pidana korupsi.
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Kolusi, Korupsi, dan Nepotisme.
GRANSI mendesak Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan untuk segera mengambil langkah hukum dengan memanggil dan memeriksa Kepala Sekolah SMA Negeri 1 Kayuagung periode 2023–2025 serta pihak-pihak terkait lainnya, termasuk bendahara, komite sekolah, koperasi sekolah, dan pihak Dinas Pendidikan Provinsi Sumatera Selatan yang diduga terlibat. GRANSI juga menuntut agar Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan melakukan penyelidikan dan penegakan hukum terhadap dugaan tindak pidana korupsi dan perbuatan melawan hukum yang terjadi.
Selain itu, GRANSI juga mengharapkan agar proses penanganan laporan ini dapat dilakukan secara transparan, sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. “Kami berharap agar kami bisa memperoleh informasi terkait perkembangan laporan ini, sesuai dengan hak kami untuk mengetahui proses penanganan laporan,” ujar Supriyadi.
GRANSI juga menyampaikan bahwa jika dalam waktu 30 hari kerja tidak ada tindak lanjut yang jelas dari pihak Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan, GRANSI bersama dengan Forum LSM Bersatu akan mengadakan aksi damai di depan Kantor Kejati Sumsel untuk menuntut keadilan dan penegakan hukum yang tegas terhadap pelanggaran ini.(**)